Rabu, Maret 24, 2010

Selasa, Maret 23, 2010

RESUME BUKU

TRILOGI SENI:
PENCIPTAAN, EKSISTENSI, DAN KEGUNAAN SENI
Oleh : Prof. Soedarso Sp., MA



PENGERTIAN SENI

Manusia dan Seni

Mengawali dari tulisan buku ini, Soedarso Sp menjelaskan tentang posisi seni dalam kehidupan manusia. Kebutuhan seni sebagai kebutuhan sekunder sangat-lah penting disamping kebutuhan primer manusia itu sendiri. Begitu besar kebutuhan manusia terhadap terhadap seni, sehingga berbagai carapun dilakukan agar dapat mendapat kepuasan dalam menikmati kesenian itu, seperti yang digambarkan Soedarso Sp pada era kekuasaan Mao Zedong di Cina. Bahwa segala yang indah pada masa itu memang di berangus karena dianggap produk barat, seperti taman bunga dan ikan di akuarium.

Misalnya dengan memberikan pernak-pernik terhadap pakaian yang secara fungsinya hanyalah penutup tubuh, disitulah dapat disimpulkan betapa hebatnya manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan hal-hal yang indah. Seni pada masa lalu selalu dikonotasikan dengan keindahan. Keindahan adalah realisasi dari usaha manusia untuk menciptakan yang indah-indah itu. Seni merupakan kebutuhan manusia, walaupun bukan kebutuhan pokok. Sangat susah kita membayangkan apabila manusia hidup di dunia ini tanpa ada ruang yang disebut dengan seni, seperti hening, tidak ada musik, tari, teater, seni rupa. Dengan itu, kesenian dalam konteks nilai yang dilakukan oleh penciptanya untuk bermacam tujuan dan kegunaan seperti untuk pendidikan, hiburan, saranap pemujaan, dan untuk menopang kehidupan mereka sehari-hari.

Seni dalam berbai Istilah dan Asal Mula

Istilah “seni” dalam berbagai pemahaman ada yang mengatakan bersal dari kata “sani” dalam bahasa sansekerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa seni diambil dari istilah Belanda yaitu “genie” atau jenius. Kedua asal kata tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang aktivitas apa sekarang yang dibawakan oleh istilah tersebut. Dalam majalah Pujangga Baru terbitan 10 April 1935, kata seni kemudian disesuaikan dengan padanan kata Inggris yaitu “art”. Dalams ebuah esai, tulisan RD berjudul “Pergerakan 80” yang dimuat dalam majalah itu tersebut kata-kata ‘de aller-individueelste expressie van der individueelste emotie’ (kelahiran yang sekhusus-khususnya dari perasaan yang sekhusus-khususnya).

Dalam bahasa Sansekerta, seni disebut dengan Cilpa. Sebagai kata sifat Cilpa berarti berwarna dan kata jadianya, su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihias dengan yang indah. Cilpacastra di Indonesia sudah populer karena banyak disebut dalam sejarah kesenian, adalah buku atau pedoman untuk para cilpin, yaitu tukang, atau seniman.

Dalam bahasa latin abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsman-ship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam mengerjakan sesuatu. Adapun artes berarti societates mesteriorum atau kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan tersebut (craft guilds); dan artista adalah anggota yang ada dalam kelompok-kelompok itu. Artista dapat kita persamakan dengan cilpin di atas. Pada fase dunia Industri di Eropa muncul gilde (Belanda) atau guild, organisasi kemudian yang memberikan bantuan kepada seniman-seniman dalam berkarya dan memasarkan karya-karya tersebut.

Ars inilah yang kemudian berkembang menjadi I’arte (Italia), I’art (Perancis), el arte (Spanyol), dan art (Inggris). Bersamaan dengan itu isinya-pun berkembang sedikit demi sedikit kearah pengertiannya sekarang. Di Eropa juga ada istilah lain untuk menamai hal yang sama. Orang Jerman menyebut seni dengan die Kunst dan orang Belanda menyebutnya Kunst, yang berasal dari akar kata lain yang memiliki pengertian yang sama.

Yunani yang dipandang sebagai sumber kebudayaan Eropa, juga tidakmenemui kata sepadan berkaitan dengan seni. Kata yang dekat dengan istilah itu adalah “techne” atau teknik. Menurut Aristoteles, (techne) sebut saja seni, kemampuan untuk membuat atau mengerjakan disertai dengan pengertian yang betul tentang prinsip-prinsipnya. Pada masa ini, tidak ada pembatas antara seniman dan kriyawan, kriyawan mencipta sepatu dan para pelukis hanyalah menghasilkan tiruan dari sepatu tersebut. Timbulnya istilah fine art atau seni murni dalam abad ke-18. Maka terjadi pembedaan antara seniman dan kriyawan. Seniman adalah pekerja seni yang berurusan dengan kreatifitas dan ekspresi, sedangkan kriyawan adalah tukang yang bekerja dengan keterampilan tangannya. Fine art bukanlah kesenian yang rumit melainkan seni yang indah atau beutiful (les beaux arts, le belle arti, die schone Kunst). Seni yang mementingkan keindahan daripada kegunaanya. Pada abad ke-19, di Inggris terdapat suatu usaha untuk menyatukan kembali seni murni dan seni kriya tersebut yang dipelopori oleh John Ruskin dan William Morris.


Hubungan antara Seni dan Keindahan

Bicara mengenai seni memang melahirkan suatu pemahaman yang berbeda-beda, ada yang mengatakan seni itu indah, seni adalah segala macam keindahan yang diciptakan manusia. Ada juga yang mengatakan seni tidak harus indah. Lalu muncul sebuah pertannyaan, menilai seni dalam konteks indah apakah dilihat dari subjek atau objeknya, pada benda seni atau orang yang melihatnya. Plato seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa keindahan itu terletak pada pikiran manusia yang ideal sehingga tidak mungkin kita peroleh dari dunia yang wadak ini, baik subjek maupun objeknya. Keindahan menurutnya tergantung pada rasa suka dan tidak suka seseorang secara individual, tetapi atas pemahaman intelektual terhadap cara pandangnya melihat persoalan.

Filsuf Kristiani Santo Augustinus (354-430) dan Thomas Aquinas (1225-1274) juga sependapat, bahwa keindahan itu adalah sinonim, berkaitan dengan kebenaran, bahwa kebenaran yang ilahiah akan melahirkan konsep keindahan, dan usaha untukmengekspresikan kebenaran-kebenaran tersebut akanmenghasilkan bentuk-bentukyang indah. Santo Augustinus mendefenisikan keindahan sebagai kesatuan bentuk omnis pulcritudinis forma unitas est dan Thomas Aquinas membagi dalam tiga hal yaitu: (1) adanya integritas atau perfeksi; (2) proporsi yang tepat atau harmonis; dan (3) adanya klaritas atau kejelasan. Pada zaman modern, Herbert Read menambahkan bahwa beuty is a unity of formal relations among our sense-perceptions. Ketiganya meletakkan keindahan sebagai objek. Sokrates pernah menyatakan bahwa keindahan itu adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi keinginan terakhir.

Pandangan di atas masih dianggap subjektif, karena memandang keindahan dari diri orang yang melihat atau mendengar (beuty is in the eye of the beholder). Immanuel Kant (1724-1804), menyatakan bahwa keindahan itu adalah hal yang menyenangkan tanpa pamrih dan tanpa adanya konsep-konsep tertentuyang terkesan basa basi. Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762) seorang filsuf Jerman, dalam disertasinya membedakan tiga kesempurnaan dalam dunia yaitu: (1) kebenaran (das wahre), ialah kesempurnaan yang bisa ditangkap dengan perantaraan rasio; (2) kebaikan (das Gute), kesempurnaan yang ditangkapoleh moral atau hati nurani; dan (3) keindahan (das Schone), yaitu kesempurnaan yang ditangkap dengan indera (perfectio cognitionis sensitivae,qua talis). Pandangan Baumgarten ini kemudian lahirlah nama untuk filsafat keindahan yaitu “Estetika” yang berasal dari bahasa Yunani ‘aisthesis’ yang artinya persepsi.bagi Baumgarten estetika adalah the science of perceptual cognition. Artinya menilai suatu keindahan terletak pada pada pandangan kita bagaimanakah yang indah itu. De gustibus non est disputandum (kita tidak bisa memperdebatkan rasa).


Hubungan antara Seni dan Alam

Bagi seorang seniman interaksi antara manusia dengan alam banyak mengispirasi penciptaan karya seni baik dari sisi motivasi penciptaan maupun hasilnya kemudian. Ilmu kebudayaan mengajarkan bahwa manusia banyak mempengaruhi dandipengaruhi oleh alam sekitarnya, manusia telah menciptakan habitatnya menjadi tempat yang cocok dan enak untuk dijadikan sebagai tempat tinggal, walaupun ada juga sebagaian manusia yang merusak tatanan tersebut seperti penebangan hutan, menjual pasir lau dan lain-lain. Dari hal-hal seperti ini, cerminan sebuah inspirasi maka alam-pun dijadikan sebagai objek dalam karya lukis, sehingga dengan media alam banyak lahir karya-karya seni lukis dari Barat dan Indonesia khususnya seperti lukisan alam Basuki Abdullah dengan judul ‘Ngarai Sianok’. Seniman-seniman Indonesia masa lampau tidak tertarik untuk melukiskan bentuk-bentuk alam ini seperti apa adanya.mereka lebih tertarik untuk melukiskan sesuatu yang lebih dalam sifatnya;baik tangkapan kehalusan jiwa maupun pandangan religiusnya.

SENI DARI MASA KEMASA


Seni dan Magi

Istilah yang dipakai oleh van Peursen, berdasar atas sifat-sifat pokok manusia dan masyarakat yang ada di dalamnya, sejarah kebudayaan manusia dapat dibagi menjadi tiga tahap besar, yaitu: tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap fungsional. Dalam tahap mitis, kehidupan manusia sangat tergantung dengan alam, karena ada kekuatan-kekuatan yang di luar rasio manusia sangat sulit untuk ditaklukkan seperti kekuatan roh, kekuatan dewa-dewa alam, dan kekuatan kesuburan. Dalam tahap ontologis, manusia tidak lagi merasa hidup dalam cengkraman kekuatan di luar rasionya, bahkan manusiasudah mulai melakukan penelitian segala ikhwal yang ada di sekitarnya dengan pandangan mencari hakekat sebuah pengatahuan (ontologis). Dalam tahap fungsional, manusia tidak lagi merasa terkungkung dengan alamnya dan juga terhadap kekuatan-kekuatan ghaib yang ada disekitarnya.

Kerangka mitis terdapat banyak mitos, yaitu berupa cerita-cerita rakyat yang dituturkan maupun diperagakan lewat tari-tarian, musik dan lain-lain. Inti cerita itu adalah lambang-lambang yang menguraikan pengalaman manusia purba, lambang-lambang kebaikan dan kejahatan, kehidupan dan kematian. Kesenia pada masa ini tidak hanya sekedar tontonan tetapi juga memuat nilai tuntunan sebagai pedoman bagi masyarakat penontonnya. Dalam kehidupan masyarakat primitif magi memiliki peranan yang sangat penting. Magi adalah tindakan atau mantra-mantra yang dimaksudkan untuk mempengaruhi atau menguasai seseorang atau suatu kekuatan dalam rangka mencapai suatu maksud tertentu.

Sebuah lukisan babi hutan yang kena tombak di dinding gua Pattae di dekat Maros, Sulawesi Selatan atau di Eropa dengan lukisan Bison kena panah di gua Niaux di Ariege, Perancis. Dua lukisan dinding ini bukanlah bertujuan sebagai hiasan dinding oleh pembuatnya, menurut Malinowski lukisan tersebut bukanlah untuk memenuhi keinginan manusia akan hal-hal yang indah, tetapi hanyalah untuk memenuhi hasrat hidup yang pertama yaitu mempertahankan hidup.


Seni dan Simbolisme

Seni-seni prasejarah dan klasik Indonesia, memiliki muatan-muatan dan isian berupa simbol-simbol yang sarat maknanya. Seperti patung perwujudan nenek-moyang dari pulau Nias atau Tanimbar, seni hias pa’ tedong atau pa’ barre allo dari Toraja, motif semut beriring dari Bengkulu, motif pohon hayat pada kain tenun Sumba, dan motif candi seperti purnaghata, kala-makara, kalpataru dan lain-lain. Malinowski dan beberapa pengikutnya menyatakan bahwa mitos merupakan “charter” atau inti dari kepercayaan, tindakan, dan hubungan sosial masa kini.
Seni hias perunggu dari kebudayaan Dongson tidak memuat makna simbolik tertentu seperti motif pilin, pilin berganda, meander, pinggir awan, atau motif-motif lainnya. Sehingga seni hias perunggu ini sering disebut sebagai I’art pour I’art, seni untuk seni, seni yang tidak dibebani dengan tugas-tugas lain kecuali tugas menampilkan keindahan itu sendiri.

Susanne K. Langer mengatakan bahwa simbol-simbol yang ditempelkan pada karya seni disebut the symbol in art yang harus dibedakan dengan the art symbol yang kemudian istilah ini diubahnya menjadi expressive form karena banyak kesalah-pahaman yaitu bahwa seni sebagai expression of feeling, sebagai ekspresi dari jalinan antara sensibilitas, emos, perasaan, dan kognisi yang impersonal, merupakan ciri utama karya seni sehingga Langer mengatakan sebagai expressive form. Maka seni adalah simbol yang sekaligus juga bermuatan simbol.


Seni dan Religi

Seni dan religi pada masa dulu sampai sekarang menjadi cerminan dalam memberikan pencerahan agama-agama melalui media seni kepada masyarakat. Seni selalu hadir dalamsetiapagama yang pernah ada, misalnya candi Prambanan yang menunjang kebesaran agama Hindu, stupa di Borobudur sebagai cerminan kebesaran agama Budha, masjid Nabawi di Madinnah, gereja Santo Petrus di pusat kota Roma.

Di dalam seni, manusia mengekspresikan ide-idenya, pengalaman keindahan atau pengalaman estetiknya. Jiwa manusia yang bergetar, jiwa manusia yang terharu itulah yang melahirkan karya seni. Menurut Alma M.Hawkins bahwa seniman harus selalu berusaha untuk terlibat dalam suasana kebahagiaan dan keputus-asaan manusia karena keduanya terdapat sumber dari perasaan yang membuat karya seni memiliki daya pikat.

Posisi antara seni dan religi pada prinsipnya terletak pada kecenderungan sifat keduanya, apabila religi atau agama dianggap lebih mengikat, namun seni bisa berdiri sendiri tanpa agama. Pandangan ini,memberikan suatu gambaran bahwa apabila seni terikat dalam konsep-konsep doktrin dan dogmatis agama, maka seni akan menjadi liturgi karena bersifat mengikat. Namun apabila seni dan agama hanya sebatas interaksi, maka posisi seni dan agama menjadi hal yang tidak dogmatis, karena posisi seni hanya menjadi media saja, tanpa harus diikat untuk kebutuhan doktrin tertentu.

Perlu diingat bahwa manusia itu merupakan kesatuan rohani-jasmani. Dalam pandangan fenomenologi eksistensial dikatakan bahwa ke-ada-an kita berupa “in-der-Welt-sein”. Dalam diri manusia terdapat dua hakekat yang tidakdapat dipisahkan satu dengan yang lainnya yaitu hakekat jasmani dan hakekat rohani (roh), keduanya ini menjadi kesatuan yang disebut dengan manusia.

Berkaitan dengan pengalaman estetik, kemudian melahirkan sebuah karya seni yang disuarakan, dibahasakan, ditarikan atau dilukiskan. Ini merupakan suatu momentum estetik yang dimiliki manusia. Pengalaman estetik yang bentuknya murni merupakan sebuah pengalaman yang sangat mendalam.


Seni dan Kenikmatan Hidup

Sebuah teori yang hedonistik, apabila diartikan secara apa adanya adalah penciptaan seni yang hanya satu tujuan, yaitu memberikan kenikmatan kepada masyarakat pendengar atau pengamatnya. Namun ada pengertian yang lebih khusus, yaitu bukan semata-mata ‘kenikmatan’ tetapi ‘aesthetic pleasure’ atau ‘kenikmatan estetik’, artinya, kenikmatan itu dikaitkan dengan estetika sehingga ia memiliki kualifikasi dari estetika mana yang dipakai.
Di masa Rokoko di Perancis (abad XVIII), banyak ditemukan lukisan-lukisan erotis dengan penggambaran wanita-wanita telanjang seperti “Toalet Venus” dan “Miss O’Murphy” karya Francois Boucher, “Orang-orang Mandi”, dan “Wanita Mandi” karya Jean-Honore Fragonard. Lukisan digunakan sebagai hiasan dinding Istana yang lebih mengutamakan pada kenikmatan hidup yang bersifat hedonistik.

Hal ini, juga dapat dirasakan dari bentuk kesenian-kesenian lainnya di luar seni rupa, seperti musik, tari dan drama dengan memberikan suatu penggambaran karya seni yang hanya mengedepankan unsur kenikmatan saja, sehingga memang karya tersebut jauh dari nilai tuntunan sebagai wujud dari keinginan seniman untuk memberikan suatu pemahaman moral kepada masyarakat tidak akan tercipta apabila karya seni yang dihadirkan bersifat hedonistik,yang hanya mengandalkan unsur ”nikmat”-nya saja.


Seni dan Ekspresi

Menurut Jacques Maritain dan George Santayana, art is the creative of beauty, seni adalah penciptaan keindahan, yang diartikan dalam hubungannya dengan kenikmatan. Filsuf lain yang tidak sependapat dengan pandangan ini yaitu Eugene Veron, Leo Tolstoy, atau Yrjo Hirn. Fungsi seni menurut Veron dan Tolstoy adalah mengekspresikan seluruh emosi manusia, yang menyenangkan maupun juga yang menyedihkan. Dan dari Timur,Sudjojono berpendapat bahwa seni adalah jiwa yang nampak. Pandangan tersebut diformulakan pertama kali oleh Eugene Veron dalam buku berjudul L’Esthetique (1878) di mana ia menyatakan bahwa seni adalah ekspresi emosi. Ada seni yang bersifat dekoratif dan juga seni yang bersifat ekspresif (sama sekali tidak ada urusannya dengan keindahan).


Seni dan Kegunaan Praktis

Apabila dirunut pada sejarah seni pada awalnya, hanyalah untuk memenuhi kebutuhan praktis manusia belaka tanpa ada unsur estetika yang dimaksudkan dalam seni tersebut. Baik yang ditemukan dalam artefak-artefak, dan benda-benda purbakala yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan primer yang bersifat praktis. Benda-benda yang dibuat manusia sepert i:belanga, hulu pedang, kursi, tombak, songket dan lain-lain pada awalnya dipersiapkan untuk kebutuhan praktis manusia, namun agar benda-benda tersebut terlihat indah, nyaman dan enak dipandang, maka segala bentuk pernak-pernik, ukiran, tenunan-pun dibubuhkan dalam benda-benda praktis tersebut dengan tujuan agar para pengguna secara nyaman dapat menggunakan dengan baik. Dengan itu muncullah istilah seni kriya sebagai saudara seni murni, dengan menambahkan nilai ekspresi di dalamnya.


DEFENISI DAN BENTUK SERTA SIFAT-SIFAT SENI


Perbandingan macam-macam Defenisi Seni

Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa,”apa yang disebut seni atau kesenian itu meliputi penciptaan dari segala macam hal atau benda yang karena keindahan bentuknya senang orang melihat atau mendengarnya”. Rumusan dari pengertian ini adalah bahwa seni itu indah dan barang yang indah itu menyenangkan buat yang melihat atau mendengarnya.

Kalau kita mencoba melakukan suatu perbandingan dari karya seniyang terdapat pada rumah adat di Minangkabau, Wayang Kulit, rumah joglo dari Jawa, adalah indah dan menyenagkan. Begitu pula tari ballet ‘Bolshoi’dari Rusia atau tari ‘Gambyong’ dari Jawa Tengah, juga indah dan menyenangkan. Tapi kalau kita berhadapan dengan karya patung ‘The State Hospital’ karya Kienholz, lukisan ‘Woman I’ karya Willem de Kooning, justru yang indah itu tidak tampak dalam karya ini, justru adalah karya-karya yang memuakkan karena karya seni yang mereka buat lebih mengedepan nilai filosofi yang harus diterjemahkan karena sarat dengan kritik sosial.

Everyman Encyclopedia menyebutkan bahwa seni adalah “ all that which is not done by man in the way of utility, in other words, all that he does in the way of luxury, pleasure, or from spiritual need.” Sumber ini tidak ada menyatakan keindahan di dalamnya, artinya keindahan tidak menjadi syarat lahirnya sebuah karya seni. Sebaliknya, yang disyaratkan adalah motivasi penciptaannya.

Achdiat Karta Mihardja juga tidak menyebutkan tentang keindahan, menurut dia seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realitet (kenyataan) dalam suatu karya berdasarkan bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya.

Thomas Munro, seorang filsuf dan ahli teori seni menyatakan bahwa seni adalah alat buatan manusiayang dibuat untukmenimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihat efek tersebut mencakup tanggapan hasil dari pengamatan, pengenalan, imajinasi, baik yang rasional maupun yang emosional.

Leo Tolstoy mendefenisikan seni sebagai “expression and communication of emotion”. Seni adalah ekspresi-yang sesuai dengan pendapat veron bahwa seni adalah komunikasi emosi. Disatu sisi, seni adalah transfer of feeling-sesuai dengan bahasa khas Tolstoy-dan di sisi lain seni adalah pelepasan emosi yang menggelegak dalam hati.

Dalam Encyclopedia Britannicaedisi kesebelas (1910) Sydney Colvin menyatakan bahwa “art is every regulated operation or dexterity by which organized beings pursue ends which the know beforehand, together with the rules and the result of every such operation or dexterity.” Defenisi ini lebih mengedepankan seni sebagai sesuatu yang tinggi beserta aturan main dan hasil perolehannya. Kata ‘regulated’,’organized’, dan ‘rules’ yang terdapat di dalamnya memberikan petunjuk bahwa ‘keteraturan’ merupakan kata kunci dalam defenisi ini baik dari sisi pelaku maupun cara-cara mencapai tujuan seni tersebut.

Kata seni (art), perlu dibatasi pemakaiannya karena sangat terlalu longgar. Kata seni juga masuk dalam seni memasak, seni dalam perang, seni bela diri, sehingga pemahaman terhadapseni tidak menjadi rancu dalam pengunaannya. Dari paparan ini kita sudah mendapatkan masukan bahwa seni adalah (1) produk keindahan, atau sesuatu yang harus indah; (2) kehadirannya tidak dimaksudkan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia; (3) merupakan kegiatan rohani-dan jasmani; (4) merupakan kegiatan yang secara intensional menggiring publiknya untuk memperoleh efek-efek psikologis tertentu; (5) merupakan ekspresi dan komunikasi emosi; dan (6) kehadirannya mesti didampingi oleh keteraturan. Keteraturan adalah syarat bagi seni, disamping keindahan itu sendiri.


Bentuk dan Sifat-sifat Seni

Seni memiliki dua aspek yang berbeda yaitu (1) seni bersifat tradisional (tradisi); dan (2) seni merindukan nilai kreasi dan inovasi. Selalu mengejar apa yang belum ada (modern). Seni tradisi adalah seni yang taat akan pakem, taat azas, stereotip, sehingga usaha kreativitas tidak diperlukan di sini. Sementara seni modern merupakan seni yang selalu mengedepankan nilai kebaruan, kreasi, dan inovasi. Misalnya seperti Wayang Kulit, Wayang Orang, Randai, Makyong, dan lain-lain termasuk kesenian yang sudah memilki pakem dan bersifat tradisional. Sementara seni modern tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, ikatan zaman, yang ditonjulkan adalah kreativitas dan sikap bathin senimannya. Sehingga pemahaman dari apa yang diamati dalam realitas keseharian, tentu saja dalam wujud penciptaan karya seni kreasidan inovasi bisa saja tidak sama, walaupun secara esensi yang dibuatnya berdasarkan dari realitas tersebut. Contoh, seorang seniman modern yang akan melukis seekor kuda, maka akumulasi ide kreatif-nya sangat liar, untuk menjadikan kuda tersebut dengan berbagai variasi baik melalui garis, warna dan lain-lain.

Logika umum menyatakan bahwa seni tradisi adalah seni masa lalu dan seni modern adalah seni hari ini, sementara pada perkembangannya muncul lagi istilah baru yang disebut dengan seni kontemporer. Namun kehadiran ketiga bentuk ini saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

Akulturasi adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh karena adanya pertemuan yang serius dan terus-menerus antara sekelompok manusia dengan kelompok lain yang memiliki kebudayaan yang berbeda dan menimbulkan perubahan pada pola kebudayaan aslinya baik di salah satu sisi atau kedua kelompok yang bertemu. Proses akulturasi ini tidak hanya pada faktor genetika, agama, bahasa tapi juga kebudayaan yang kemudian masuk mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya.

Sebuah akulturasi yang baik diperlukan beberapa syarat yaitu: (1) syarat persenyawaan atau afinitas, ialah adanya kesejajaran di antara satu atau banyak bagian dari kedua kebudayaan yang bertemu; (2) syarat keseragaman dan homogenitas, yaitu kedekatan atas kemiripan dari kedua kebudayaan yang bertemu, yang memudahkan persenyawaan antara keduanya; (3) syarat fungsi, artinya kemungkinannya unsur yang terambil dalam akulturasi itu mendapat tempat yang fungsional dalam konstelasi budaya yang mengambilnya, dan (4) syarat seleksi, ialah kemungkinannya unsur-unsur yang terambil dalam akulturasi tersebut merupakan pilihan yang tepat diantara apayang tersedia, artinya kebudayaan donornya selayaknya memiliki kekayaan dan kompleksitas yang tingi.


Seni, Bentuk dan Isi

Defenisi kebudayaan yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tidakan, dan hasil karya manusia. Maka seni juga berujud ‘ide’ atau ‘gagasan’, ’pengalaman’ atau ‘tindakan’ dan ‘hasil karya’ manusia atau ‘artefak’ seni bisa berbentuk ide, wawasan atau konsep yang ada dalam kalbu, atau visualisasinya dalam ujud penghitungan atau perencanaan yang berangkat darihasil karya manusia. Dalam seni ada dua hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu bentuk dan isi, hal ini juga dapat kita lihat dalam seni rupa, tari, teater dan musik. Bagaimana seorang seniman, disamping memikirkan seperti apa bentuk karyanya, juga memikirkan secara dalam landasan konseptual yang termuat dalamide dan gagasan sebagai isi dari karya tersebut sehingga memiliki daya pikat di hadapan pemerhati yang melihat atau mendengar karya seni tersebut.


Stilisasi

Stilisasi adalah pengubahan bentuk-bentuk di alam dalam seni untuk disesuaikan dengan suatu bentuk artistik atau gaya tertentu, seperti yang terdapat dalam seni hias atau ornamentik. Stilisasi, juga berkaitan dengan ‘penggayaan’. Dalam bahasa Inggris disebut ‘stilization’, dalam bahasa Belanda disebut ‘stileren’ atau ‘styleren’. Ada juga yang menyebut stilasi (bahasa Indonesia). Kata lain yang berkaitandengan ini disebut ‘deformasi’ yang berarti perubahan bentuk secara besar-besaran sehingga bentuk ini berbeda dengan bentuk aslinya. Istilah ini berasal dari bahasa latin ‘deformare’ yang berarti meniadakan atau merusak bentuk. Kata lain yang dekat dengan deformasi adalah ‘distorsi’ yang berarti penyimpangan atau pemutarbalikan (bentuk,kenyataan, dan lain-lain) baik secara intensional atau tidak.

Stilisasi sudah lama dikenal dalam kesenian, terutama dalam seni ornamentik, sejak zaman Mesir sampai zaman sekarang. Stilisasi banyak dimanfaatkan dalam seni hias, yaitu dalam pembuatan motif-motif hias yang umumnya diambil dari unsur-unsur alam baik flora maupun fauna. Namun ada juga yang mengkritik bentuk hias atau ornamen ini seperti Adolf Loos (1870-1933), seorang arsitek Austria pernah mengatakan bahwa ‘Ornament is a Crime’, dalam bukunya Ornamnet und Verbrechen (1908).


Gaya dan Aliran

Gaya dan aliran dalam seni, nampak mirip atau sama dan dalam pemakainnya sehari-hari selalu dipertukarkan. Namun keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Gaya, corak, atau langgam yang dapat disejajarkan dengan istilah Inggris yaitu ‘Style’, adalah modus berekspresi dalam mengutarakan sesuatu bentuk, artinya gaya, corak, atau langgam ini berurusan dengan bentuk luar sesuatu karya seni. Serta aliran, paham, haluan adalah pandangan atau prinsip yang lebih dalam sifatnya. Seperti contoh ‘gaya’ yang abstrak dan ‘paham-alirannya’ adalah ekspresionisme melahirkan ‘abstrak-ekspresinisme’. Kalau dalam teater bisa dikatakan ‘gaya’ tragedi dengan paham ‘realisme’ dan lain-lain.

Realime dan naturalisme memiliki pemahaman konotasi yang berbeda, naturalismeadalah suatu paham yang memuja kebesaran alam, maka bagi kaum naturalis tidak mungkin melukiskan bagian alam ini yang jelek-jelek, lukisan naturalisme sifatnya selalu menggambarkan keindahan alam seperti lukisan “Mooi Indie” di Indonesia masa lalu. Naturalisme dianggap sebagai karya-karya idealistik sifatnya. Sementara realisme adalah suatu aliran yang ingin menangkap realitas seperti adanya, tanpa ilusi, tanpa bumbu apa-apa, di atas konsep kewajaran. Namun nilai kewajaran ini tetap memuat interpretasi seniman di dalamnya yang kemudian menghasilkan ketidak-wajaran itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat dalam contoh seni rupa.



KLASIFIKASI SENI


Pohon Seni

Melakukan klasifikasi terhadap seni sudah lama dilakukan, termasuk para filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Pembagian tersebut juga berdasarkan pertimbangan alasan secara metafisis, psikologis, sosial dan lain-lain. Pembagian secara filosofi ini disebut dengan sistem, sistemini diwujudkan dalam bentuk pohon berikut akar-akarnya yang dalam metafora mendorong kelahiran seni.


Klasifikasi Filosofis dan Klasifikasi Praktis

Dalam abad ke-18 muncul istilah Inggris yaitu “fine art” yang berarti mulai adanya pemisahan dari pengertian seni secara umum menjadi seni murni estetik dan seni yang dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Hakekat ‘fine’ terkadang menjadi pemisahan antara seni dan bukan seni, seni yang estetik dan hedonistik dengan hal yang mementingkan kegunaan dan teknik bukanlah termasuk seni.

Di masa Kant ‘fine art’dipahami sebagai kemampuan yang bertujuan untuk menghasilkan keindahan yang bersumber pada kenikmatan tanpa pamrih dan tanpakemanfaatan praktis. Metode klasifikasi seni yang lebih praktis banyak dilaksanakan dalam abad ke-19 dan abad ke-20, karena kebutuhan seni juga terkait dengan manajemen museum, klasifikasi perpustakaan dan lain-lain. Selanjutnya juga ada klasifikasi seperti seni visualyang menyangkut penglihatan dan seni auditifyang berurusan dengan alat pendengaran manusia.

Seni rupa menjadi dua bagian besar yaitu (1) seni rupa dua dimensi seperti gambar, lukisan, seni grafis, fotografi, mosaik, intarsia,tenun, sulam, dan kolase, dan (2) seni rupatiga dimensi seperti patung, bangunan, keramik, monumen dan lain-lain. Seni suara berdasarkan atas medium atau instrumen yang dipergunakan seni suara dibagi menjadi (1) vokalia (solo, koor, dengan atau tanpa iringan instrumen), (2) instrumentalia (solo, piano, biola, klarinet, gamelan, rebab, drum, dan lain-lain). Seni pertunjukan atau seni rupa-rungu selalu identik dengan seni pertunjukan yang berkaitan dengan rupa dan suara, misalnya pertunjukan tari, teater, pantomim, opera, sendratari, seni pewayangan, film, televisi dan video. Seni sastra sangat besar jasanya dalam mengkomunikasikan ide dan gagasan manusia, baik sastra lisan sebelum adanya aksara maupun sastra tulis. Menurut bentuknya, seni sastra dibagi menjadi: (1) prosa, (2) puisi, dan (3) prosa lirik. Prosa lebih kental dengan bahasa sehari-hari, tidak bersajak, mantra atau irama. Sementara puisi dibagi dalam beberapa kategori yaitu pantun, syair, gurindam, distikhon, kuatrin, sekstet, stanza, soneta, dan sajak bebas. Semantara prosa-lirik merupakan penggabungan antara prosa dan puisi. Menurut fungsi dan modus komposisinya seni sastra dibagi atas (a) sastra narasi (narasi epik, balada, novel, novelet, cerita pendek, (b) sastra dramatik (tragedi, komedi, campuran), dan (c) sastra lirik yang bisa dibaca tersendiri atau dikawinkan dengan musik atau nyanyian (lirik lagu, syair pujian, parikan pedesaan).


KEGUNAAN SENI


Seni Murni dan Seni Terap

Karya seni hadir disebabkan berbagai motivasi yaitu karena keinginan manusia akan hal-hal yang indah, karena kehendak manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga karena desakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seni murni atau fine art adalah seni yang lahir murni karena dorongan estetik, mengkomunikasikan dan mengekspresikan keindahan tanpa ada pretensi apa-apa. Sementara, seni terap (seni terapan) atau applied art adalah jenis seni yang kehadirannya justru karena akan dimanfaatkan oleh kepentingan lain selain ekspresi estetik, juga berkaitan dengan politik, agama, dan kebutuhan praktis sehari-hari.
Pada awalnya semuajenis seni itu selalu menyandang tugas untuk melayani masyarakat dalamkehidupannya sehari-hari, dari patung perwujudan nenek moyang sampai keris atau topeng ‘hudoq’ dari Kalimantan Timur. Semuanya itu adalah seni terapan. Karena munculnya pengaruh pengaruh barat, maka terjadi pergeseran fungsi dengan hadirnya museum-museum dan galeri seni dan akademi-akademi seni. Sehingga hadir produk-produk seni dengan buatan mesin, dengan stilisasi ornamen yang memberikan kesan estetik pada seni buatan mesin tersebut. Charles Batteaux (1713-80) dalam bukunya yang influensial yaitu Les Beaux arts reduits a un meme principe (1746) membagi seni menjadi seni guna, seni indah (lukisan, patung, musik dan puisi), dan seni-seni yang menggabungkan keindahan dan kegunaan, yaitu arsitektur dan seni berpidato.


Seni Kriya

Seni terap yang paling dominan adalah seni kriya yang merupakan salah satu contoh seni yang paling tua. Bentuk ini merupakan bentuk yang pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia,tidak ada embel-embel kalau itu adalah ‘seni’ maupun ‘kriya’. Namun pada perkembangannya ada istilah seni dan kriya di dalamnya.
Kriya atau seni kriya (craft atau handicraft) adalah: (1) sesuatu yang dibuat dengan tangan, dengan kekriyaan yang tinggi, (2) umumnya dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat indah, dan (3) merupakan barang yang serba guna.


Seni Industri

Di Indonesia, istilah seni industri tidak begitu akrab didengar. Karena istilah ini lahir pada revolusi industridi Inggris. Bentuk seni industri ini dimulai dari tutup botol sampai dengan pesawat terbang. Pada fase ini hampir banyak produk-produk seni yang dibuat secara indutri mesin. Memang terjadi pro dan kontra dari pemberlakuan produk seni ini. Terutama pada sebuah pameran Great Exhibition 1851 di Inggris di mana sebagian orang menyatakan bahwa seni dan industri merupakan paduan yang tidak cocok, karena terjadi kekejaman cita-rasa dan langkah-langkah bodoh dari seni terapan (applied art).



PENCIPTAAN SENI


Motivasi Penciptaan Seni

Motivasi seorang seniman dalam melahirkan sebuah karya seni dalam berbagai hal dapat berbentuk motivasi untuk menjunjung tinggi nilai-nilai keindahan, motivasi untuk berekpresi dan berkomunikasi dengan yang lain melalui media seni, motivasi spiritual, dan lain-lain.


Masalah-masalah dalam Penciptaan

Masalah dalam penciptaan seni yaitu masalah-masalah teoritis dan teknis, hubungan bentuk dan isi dalam seni, hubungan antara bentuk yang dicapai dengan bahan dan teknik pembuatannya, atau hubungan antara seni dan teknologi pada umumnya,teori mengenai bentuk-bentukyang berkaitan dengan komposisi, proporsi, balans dan lain-lain.

Dalam seni rupa terdapat elemen-elemen visual seperti garis, bidang, bentuk, warna, gelap-terang, tekstur merupakan kata-kata dalam bahasa visual seniman dan bersama dengan penyusunan atau pengorganisasiannya yaitu kesatuan (unity), keseimbangan (balance), dan irama (rhythm) jadilah bahasa ekspresi seniman untuk menyatakan isi hatinya.

Seni terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah yang bersifat inderawi yang kasatmata dan kasatrungu, sedang isi adalah apa yang ada dibalik kasatmata dan kasatrungu itu. Seni yang besar terletak pada gaung jiwa yang besar.


Seni dan Teknologi

Keterkaitan dengan seni dan teknologi. Memang ini menjadi persoalan yang mendasar menurut Soedarso SP. Karena dengan adanya institusi seni dimulai dari Padangpanjang sampai Denpasar belum dirasakan pembinaan seni dan teknologi baik secara teoritik, afektif dan psikomotorik. Dari dulu,antara seni dan teknologi saling berhubungan dan saling membutuhkan, paling tidak dipandang dari sisi manusia pemakainya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selalumemerlukan sentuhan seni, seperti contoh perkembangan bentuk mobil sebagai manifestasi dari prestasi ilmu pengetahuan dan teknologi, dari awal ditemukannya sampai saat sekarang ini. Seni merupakan penghayatan manusia secara subjektif atas apa yang ada di luar dan didalam dirinya dengan segenap mata hatinya dan mengekspresikan hasilnya dalam bentuk yang setetikdan menggetarkan, sementara ilmu pengetahuan merupakan pemahaman atas objek-objeknya baik secara rasionalmaupun empiris dan menghasilkan sebuah pengamatan serta analisis yang objektif.


Segi Enam Victor Papanek

Victor Papanek mengatakan bahwa pada dasarnya semua orang adalah desainer. Karena desain merupakan dasar dari pekerjaan manusia. Menciptakan puisi adalah desain, melukis, menyusun lagu dan lain-lain. Konklusi Viktor adalah bahwa “Design is the conscious effort to imposse meaningful order.”

Berkaitan dengan segi enam berkaitan dengan slogan Louis Sullivan tentang “Form Follows Function” berarti bentuk mengikuti fungsi dengan rinciannya yaitu: (1) Methode, adalah interaksi antara alat,proses dan bahan; (2) Use (kegunaan), adalah ketepatan bentuk yang ingin dicapai dengan penggunaan-nya; (3) Need (kebutuhan), berkaitan dengan seni yang menjadi kebutuhan umat manusia. Baik kebutuhan secara ekonomis, psikologis, spiritual, teknologis dan intelektual; (4) Telelis, adalah penggunaan proses-proses di alamdan masyarakat secara sadar dan bertujuan demi memperoleh sasaran tertentu; (5) Association, merupakan tanggapan inderawi terhadap hal-hal yang selalu terekam dibenak manusia, bisa dalam dua bentuk asosiasi yaitu buruk dan jelek; dan (6) Aesthetics, estetika atau keindahan merupakan bagian yang paling menderita dengan “formfollows function”-nya Louis Sullivan.




MANAJEMEN SENI

Manajemen Seni Pertunjukan

Pada dasarnya manajemen adalah proses pengunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran tertentu. Di dalamnya menyangkut perencanaan, pengorganisiran, pengarahan dan kontrolatau pengendalian atas sumber daya manusia.
Seperti contoh karya tari, pada awalnya merupakan sebuah gagasan personal, maka untuk lebih mudah membahasnya maka dibutuhkan manajemen seni dalamtiga tahapan yaitu: (1) tahap awal yang bersifat pribadi atau individual; (2) tahap kolaboratif, dan (3) tahap produksi yang dua-duanya merupakan proses kerja sama.

Manajemen Seni Rupa

Berkaitan dengan manajemen seni rupa, merupakan hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana merancang proses pameran dari awal sampai akhir secara maksimal mungkin. Misalnya pameran tunggal atau pameran bersama, biasanya langsung dilakukan oleh seniman itu sendiri dengan mempersiapkan lukisan-lukisan yang akan dipamerkan,catalog, undangan, persiapan acara pembukaan dan lain-lain. Dengan adanya pemahaman tentang sebuah kerja manajemen, maka sangat dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang akan memenej hal tersebut, seperti event organizer dan lain-lain.

Peranan Perguruan Tinggi Seni, yang memiliki Fakultas atau Jurusan Seni Rupa untukdapat memperhatikan hal tersebut, sebagai langkah dalam meningkatkan pemahaman pentingnya sebuah manajemen dalam sebuah pameran seni rupa, disamping itu juga dibutuhkan manajemen yang berkaitan dalam urusan mengurusi artefak-artefak seni rupa baik dalam hal penyimpanan maupun penjualan produk-produk seni rupa tersebut.



APRESIASI DAN KRITIK SENI


Pengamatan Seni

Dalam menciptakan karya, seorang seniman berusaha untuk menghasilkan sebuah entitas yang unik, kaya, dalam arti mampu memberikan rangsangan-rangsangan kepada penontonnya untuk menimbulkan banyak kemungkinan imajinasi, dan tentunya semua tersaji secara indah dan menarik.

Dalam melakukan pengamatan seni, khususnya seni rupa, Feldman membedakan antara “visual form” dengan “aesthetic structure”. Bagian pertama bertujuan untuk mengamati benda seninya, suatu eksistensi yang dapat dilihat sedangkan kedua adalah hasilpengamatan kita terhadap benda seni tersebut sebagaimana yang terlihat oleh mata. Cir-ciri dari pengamatan tersebut dapat dilihat dari: (1) latar belakang pengalaman yang berbeda-yang mempengaruhi hasilpengamatan tersebut; (2) karena minat atau mood (tergantung seperti apasituasi perasaan seorang pengamat dalam melihat sebuah karya seni).

Pengamatan karya seni dapat dilihat dari beberapabagian yaitu: (1) Elemen-elemen visual, adalah elemen visual yang telah ditata oleh seniman seperti garis, bidang, bentuk, bukan tanah liat, cat, dan lain-lain; (2) Desain adalah organisasi dalamelemen-elemen visual demi tercapainya kesatuan, imbangan, atau ritme; (3) Objek seni, adalah hasil fisik yang akan dibuat seniman melalui media cat, tanah liat dan perunggu; (4) Visual form, adalah hasil yang bisa diamati dari sebuah eksekusi artistik; (5) Persepsi adalah tindakan melihat dari seseorang pengamat dalam rangka untuk memahami visual form; (6) Pengalaman estetik; dan (7) Aesthetic structure.


Emphaty

Emphaty merupakan terjemahan bahasa Inggris dari kata Jerman, Einfuhlung, yang artinya “feeling into”, merasa seolah-olah diri kita berada di dalam karya seni yang sedang kita amati. Istilah ini dipakai dalam usaha untuk (a) menggambarkan apa yang terasa dalam diri pengamat seni ketika ia sedang mengamati karya seni (b) menjelaskan asal-mula perasaan si pengamat tentang visual form. Hal ini diungkapkan oleh Theodor Lipps (1851-1941) sebagai salah seorang tokoh yang mempersoalkan pertama kali tentang emphaty, disebut dengan kehilangan jarak psikhis (Psychic distance).


Seni dan Apresiasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perkataan ‘apresiasi’ diberi arti (1) kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya kita, dan (2) penilain (penghargaan) terhadap sesuatu. Jadi secara umum ‘apresiasi’ adalah kesadaran terhadap nilai-nilai seni (dan budaya) sehingga dapat mengadakan penilaianatau penghargaan terhadapnya.

Mengapresiasi memiliki pengertian yaitu mengerti serta menyadari sepenuhnya sehingga mampu menilai semestinya. Mengadakan apresiasi sama dengan “sharing the artist’s experience”, ikut serta merasakan apa yang dialami oleh si seniman dalam waktu mencipta. Apresiasi juga memiliki nilai terhadap seluruh aspek-aspek kesenian (karya seni) secara dalam,tidakhanya kulit luarnya saja.


Teori Kritik Seni

Feldman mengatakan bahwa kritik seni adalah understanding, artinya, apresiasi adalah hakekat kritik seni karena mengadakan apresiasi sama dengan to understand fully in the right way. Yang paling penting dalam kritik seni adalah bahwa kita ingin tahu bagaimana informasi tersebut dihubungkan dengan kebolehan karya seni yang kita hadapi. Menanggapi bahwa karya seni itu sangat kompleks baikdari segibentukmaupun isi, Stolnitz mengatakan bahwa sebagai the “interpretive” function of criticism di dalamnya kita membutuhkan interpretative criticism.

Tujuan dari kritik seni adalah perolehan kesenangan atau kenikmatan, yang sama artinya dengan tujuan pertama yaitu understanding, dari mengetahui di bagian mana darikarya seni yang menimbulkan rangsangan pada perasaan dan pada kesadaran total dari kesepahaman kita.
Modal dasar yang harus dimiliki seorang kritikus dalam menjalankan tugasnya adalah: (1) pengetahuan yang luas tentang seni, seperti sejarah dan teori seni, gaya dan aliran seni; (2) memiliki citarasa yang luas,umum dan objektif; (3) kritikus seni juga perlu mengenali para seniman yang akan dibahasnya, sehingga dapat menghubungkan antara pribadi dengan karyanya; (4) pada umumnya,seniman sangat menghargai kritik yang tegas, kuat dan berdasar atas analisis yang mendalam, serta memberikan pengarahan yang jelas; (5) ada baiknya seorang kritikus adalah seorang seniman pencipta,walaupun tidak menonjol, karena pengalamannya dalam mencipta akan berguna dalam ia menganalisis karya-karya yang dibahasnya dan jelas nampak dalam kritiknya.

Jenis kritik seni, para ahli membagi jenis-jenis kritik seni menjadi beberapa bagian. Feldman membagi jenis-jenis kritik seni menjadiempat bagian, yaitu: (1) kritik jurnalistikyang banyak berfungsi untuk kebutuhan berita surat kabar (media massa) sehingga ruang analisis yang terdapat dalam kritik tersebut kurang medalam; (2) kritik pedagogik, yang ditujukan kepada mahasiswa dalam pendidikan dengan tujuan untuk pengembangan kemampuan artistik dan estetiknya. Kritikini lebik bersifat sugestif dan tidak selalu objektif; (3) kritik ilmiah, atau akademik. Yaitu kritik yang benar-benar objektif,kritis dan analitis dengan fungsi untuk mengadakan penilaian yang semestinya; dan (4) kritik popular yaitu kritik yang objektif, namun diterangkannya secara popular agar mudah dimengertioleh khalayak umum.

John Hosper membagi kritik menjadidua yaitu; (1) isolationism, yaitu membahas karya seni secara lepas dari hubungannya dengan macam-macam hal di luarnya, dan (2) contextualism, sebuah kritik yang mengkaitkan yang dalam dengan apa-apa yang ada disekitarnya.
Stephen C. Pepper menggolongkan menjadi empat yaitu: (1) Formistic Criticism, (2) Mechanistic Criticism, (3) Contextualistic Criticism, dan (4) Organistic Criticism.



PROBLEMATIK DALAM KESENIAN INDONESIA

Seni Tradisi Indonesia

Pengertian seni dalam bahasa Indonesia sebagaimana artinya sekarang ini memang relatif masih baru. Dalam bahasa Inggris disebut dengan “art” yang berarti kecil, halus atau lembut. Dalam bahasa Jawa disebut ‘ngrawit’. Seni tradisi Indonesia memiliki sifat ‘ngrawit’ yang juga berarti indah, halus dan lembut. Seni batik selain terdapat di Jawa, juga terdapat di Bali dan Sumatra.

Seni tradisi tidak mengenal ‘novelty’ atau kebaruan dan kreativitas yang menyertainya. Seni tradisi tidak menonjolkan kebaruan ataupun kreativitas, melainkan mengedepankan kedalaman isi serta perfeksi teknis penggarapannya menuju kesempurnaan ujud yang berujung pada bentuk yang indah dan ngrawit. Kedalaman isierat dengan “rasa”.


Seni sebagai Pendidikan

Apabila kesenian tradisional seperti pewayangan sudah terjadi pergeseran dari ‘tuntunan’ kepada nilai ‘tontonan’. Bisa dilihat bahwa kesenian Indonesia masa lalu sangat erat dengan muatan tontonan juga memberikan kontribusi pendidikan yang efektif kepada masyarakat. Cerita Wayang versi lama selalu memberikan gambaran yang hitam putih tentang dunia, sisi baik dan sisi buruk, sisi yang baik akan selalu di menangkan dan sisi yang gelapakan selalu dikalahkan untuk tujuan pensucian diri dan nilai pendidikan kepada masyarakat penonton sebagai penikmat. Begitu juga cerita lainnya di berbagai daerah Indonesia, seperti Randai, Makyong, Mendu, Mamanda, PM Toh, Ketoprak,Wayang Orang dan lain-lain.


Masalah Keindahan dalam Seni Indonesia

Keindahan karya seni di Indonesia tidak berangkat dari pemuasan sensualitas dari apa yang diterima oleh pancaindera, tetapi lebih pada pengalaman bathin sesorang atau rasa. Menurut bahasa Zoetmulder disebutkan bahwa pengalaman ekstatis, yaitu rangkuman pengalaman estetis dengan mistis atau religious. Banyak bentuk karya seni Indonesia dari masa lalu yang dibuat atas dasar kegunaan dan juga nilai estetik yang dilekatkan kepada benda tersebut misalnya piring, sendok, bejana, kendi,yang diukir dengan halus, rapih dan indah. Keris juga termasuk produk Indonesia yang cukup kaya dengan muatan estetik dari sisi bentuk, misalnya dengan bentuk ukiran yang terdapat pada sarung (warangka) keris.


Pertumbuhan Seni Indonesia Modern

Berkembangnya seni modern di Indonesia juga tidak lepas dari pengaruh revolusi yang terjadi di Eropa yang disebut dengan zaman renesans (zaman pencerahan), berkembangnya ilmu pengetahuan dan pola pikir manusia menyebabkan tumbuhnya humanisme yaitu mencuatnya harga individu yang di dalam seni tumbuhnya ekspresi yang sifatnya pribadi. Dan sampai juga di Indonesia pada masa jajahan Belanda melalui label VOC.

Perkenalan pertama orang-orang Indonesia terhadap gaya seni Barat adalah melalui hadiah VOC kepada pejabat-pejabat Jawa yang dianggap berjasa berujud lukisan, juga didatangkan juru gambar dari Belanda dan sekitarnya ke Indonesia untuk membuat ilustrasi untuk kebutuhan laporan tahunan mereka di Indonesia. Karena mendatangkan juru gambar sangat mahal, maka diputuskan untuk mendidik tenaga-tenaga lokal, maka muncullah Raden Saleh, melalui A.A.J. Payen seorang pelukis asal Belgia mengusulkan agar Raden Saleh belajar lukis di Belanda. Maka Raden Saleh adalah seniman Indonesia pertama yang serius mendalami seni lukis Barat di Eropa (1829-1851). Selanjutnya muncul generasi paska Raden Saleh yang tergabung dalam ‘Mooi Indie’ yaitu Abdullah Suriosubroto (1878-1941), Wakidi (1889-1980), dan Mas Pirngadi (1865-1936).

Disamping ‘Mooi Indi’, juga muncul PERSAGI yaitu Persatuan Ahli Gambar Indonesia melalui Sutan Takdir Alisyahbana dan Sanusi Pane, selanjutnya pertumbuhan seni Indonesia pada masa penjajahan Jepang, masa Orde Lama, dan Orde Baru memberikan satu bentuk periodesasi yang cukup signifikan dalam seni rupa Indonesia.


Situasi dalam Seni Pertunjukan

Perkembangan seni rupa di Indonesia, sudah sejak lamaberpengaruh denga dunia Barat, yaitu semenjak Raden Saleh (1807-1880) diutus ke Belanda, dan lahirnya Persagi pada tahun 1937. Namun, dalamseni pertunjukan tidakbegitu terasa pengaruh Barat di dalamnya, sehingga kesenian-kesenian pertunjukan di Indonesia seperti tari, musik karawitan, teater rakyat masih terlihat secara orisinil tanpa satu-pun sentuhan Barat di dalamnya. Sementara seni rupa, sangat cepat untuk mendapatkan pengaruh seni dari Eropa dan Amerika karena akses transportasi karena tidak perlu membutuhkan banyak orang.

Pengaruh Barat, terasa masuk dengan hadirnya beberapa jenis alat musik Barat di Keraton Yogyakarta pada masa Hamengku Buwono V (1822-1855) seperti Biola, Saxopon, trompet, seruling dan lain-lain. Dalam seni tari juga terasa dengan adanya minuman keras dalam tarian Srimpi (Sangopati). Pada tahun 50-an, Bagong Kussudiardja dan Wisnu Whardana belajar tari di Amerika Serikat di bawah asuhan Martha Graham juga terasa unsur Barat juga mempengaruhi kesenian tradisional setelah itu.

Di bidang musik diatonik, masuknya pengaruh Barat terutama melalui jalur-jalur musik rakyat (kroncong), musik gereja, dan musik-musik seriosa. Sampai pada perkembangan teknologi informasi seperti Televisi, kehadiran seni memang sudah jauh bergeser yang lebih mengedepan nilai tontonan belaka, tanpa memuat nilai tuntunan di dalamya, karena faktor yang paling mendasar adalah industrialisasi yang bersifat komersil dengan konsep yang hanya mengedepankan untung dan laba. Peran lembaga pendidikan sangat penting untuk memberikan filter terhadap kecenderungan kesenian sudah bergeser pada nilai-nilai yang konsumtif, hedonistik, sehingga melupakan akar kebudayaan nasional yang harus dijaga.


SELESAI