Sabtu, September 26, 2009

SEPULUH PENTAS TEATER; Catatan tentang program Jurusan Teater STSI Padangpanjang 2008 di Taman Budaya Sumatera Barat Saturday, December 13, 2008

Oleh : Dede Pramayoza

Program kerja sama antar lembaga/instansi kesenian merupakan salah satu hal yang sejak lama ingin di wujudkan oleh Jurusan Teater STSI Padangpanjang. Program ini dipandang penting sebagai bagian dari usaha membangun jaringan kerjasama kesenian, khususnya Teater. Salah satu bentuk kerjasama tersebut adalah kerjasama pertunjukan teater, yang diharapkan menjadi awalan bagi bentuk kerjasama lainnya di masa datang. Secara kontinyu dan gradual, kerjasama antar lembaga ini diproyeksikan akan menghasilkan suatu jejaring kesenian, yang melibatkan berbagai komponen kesenian di dalamnya, yaitu: (1) Produsen/Kreator; (2) Sponsor/Funding; (3) Mediator/Fasilitator; dan (4) Konsumen/ apresiator.
Satu program bertajuk “Setahun Pentas Teater” digagas oleh Jurusan Teater STSI Padangpanjang bersama Taman Budaya Sumatera Barat, untuk tujuan tersebut di atas. Melalui sebuah pembicaraan, Asnam Rasyid (Kepala Taman Budaya Sumatera Barat) dan Yusril (Dosen Teater STSI padangpanjang) kemudian menyepakati satu program kerjasama, di mana Jurusan Teater bertindak sebagai sponsor sekaligus produsen pertunjukan teater, dan Taman Budaya bertindak sebagai mediator dan fasilitator pemanggungannya. Sebagai pelaksana tekhnis Jurusan Teater kemudian ditunjuk Afrizal Harun, Wendy HS, dan Dede Pramayoza.
Hasilnya, selama tahun 2008 ini 10 Karya Terbaik Jurusan Teater STSI Padangpanjang akan di pentaskan di Taman Budaya Sumatera Barat. Secara reguler, karya-karya tersebut di pentaskan setiap bulannya, dimulai dengan pertunjukan (1) “Ophelia Dalam Lentera”, karya/ sutradara Cut Rosa Bulianti untuk edisi Maret 2008, dilanjutkan dengan (2) “Tambologi #1: Retroaksi”, karya/sutradara: Wendy HS di bulan April 2008. Selanjutnya, dipentaskan (3) “Zona X: Nyanyian Negeri Sunyi”, karya/sutradara: Afrizal Harun, pada Mei 2008, dan (4) “Cantoi”, karya/sutradara: Suleman Juned pada bulan Juni. Di rencanakan, enam pertunjukan lainnya akan menyusul, secara berturut-turut setiap bulannya: (5) “Tsunami-Tsunami”, karya: Julie Janson, sutradara: Tya Setyawati, (6) “Dalam Penjara”, karya: William Saroyan, sutradara: Tatang R Macan, (7) “Tangga: Ekplorasi 3”, karya/sutradara: Yusril, (8) “Tambologi #2: Ovullum”, karya/sutradara: Dede Pramayoza, (9) “Saman-samin atawa Yasman-yasmin”, karya/sutradara: Pandu Birowo, dan diakhiri dengan (10) “Kura-kura dan Bekicot”, karya: Eugene Ionesco, sutradara: Fitta Yuliza untuk edisi Desember 2008.
Kerjasama pertunjukan teater semacam ini sebenarnya telah lama diwacanakan di Jurusan Teater, karena dipandang krusial dan signifikan. Signifikan, karena kerja sama pertunjukan ini dapat menjadi salah satu wujud uji kompetensi mahasiswa dan tenaga pengajar (dosen) Jurusan Teater STSI Padangpanjang. Krusial, sebab melalui program ini, Jurusan Teater bisa mengukur tingkat efektifitas penerapan kurikulumnya. Sesuatu yang agaknya memang sudah layak dilakukan Jurusan Teater STSI padangpanjang setelah berdiri selama satu dasawarsa.
Faktanya, dalam proses akademis pembelajaran teater di STSI Padangpanjang setiap tahunnya diproduksi setidaknya 20 pertunjukan teater. Pertunjukan-pertunjukan tersebut diproduksi oleh mahasiswa sebagai output pembelajaran mata kuliah Penyutradaraan (Realis, Non Realis, Kontemporer), Pemeranan (Realis, Non Realis, Kontemporer), dan Tugas Akhir. Di sisi lain, produksi pertunjukan tersebut dilakukan pula oleh para tenaga pengajar, sebagai bentuk pertanggungjawaban keilmuannya, dengan Balai Penelitian STSI sebagai penyeleksi dan sekaligus penilai. Jumlah produksi tersebut, belum termasuk jumlah pertunjukan yang diproduksi sebagai kreatifitas ekstra kurikuler, baik oleh mahasiswa maupun tenaga pengajar.
Artinya, terdapat demikian banyak pertunjukan teater setiap tahunnya yang memerlukan mediasi berupa pemanggungan, di mana estetika dan artistikanya dikomunikasikan kepada publik. Belum lagi, jika melihat bahwa setiap proses penciptaan pertunjukan tersebut sejatinya telah melahirkan pula berbagai gaya pemanggungan konsep penyutradaraan maupun pemeranan, prosedur penciptaan pertunjukan dan mekanisme pelatihan. Gagasan-gagasan yang tentunya juga mesti di negosiasikan kepada, sekaligus dielaborasi bersama publik, untuk mencapai kristalisasi dan kapitalisasi gagasan yang akan menjadi faktor penentu bagi kehidupan teater itu sendiri.
Persoalannya, selama ini produksi-produksi teater tersebut hanya di pentaskan di kampus STSI Padangpanjang sendiri, dengan penonton yang tentunya sangat terbatas secara jumlah dan latar belakangnya. Implikasinya, gagasan kreatif ataupun pengalaman aplikatif dari masing-masing produksi tersebut tidak pernah mendapatkan umpan balik yang memadai. Tentunya akan sangat berbeda jika produksi-produksi tersebut dipentaskan pada tempat pertunjukan dengan akses publik yang lebih luas seperti Taman Budaya. Betapa pun, Taman Budaya hingga saat ini masih merupakan ruang (dalam pengertian materi maupun ide) paling potensial untuk mempertemukan berbagai kalangan dalam atmosfir kesenian, tidak terkecuali teater. Artinya, jika produksi-produksi teater seperti di atas dipentaskan di Taman Budaya, kemungkinan untuk mendapatkan berbagai tanggapan dan input bagi pertunjukan akan pula terbuka lebar. Selain itu, uji efektifitas komunikasi dan kekuatan gagasan dari masing-masing pertunjukan tersebut juga menjadi lebih kualitatif, sebab Taman Budaya memungkinkan tersedianya beragam sudut pandang yang dapat di benturkan dengan gagasan dan praktek pertunjukan yang bersangkutan. Terlebih, karena Taman Budaya memiliki akses media publikasi yang lebih luas, baik secara cetak maupun elektronik, sehingga selain dikomunikasikan secara lansung dengan media panggung, pertunjukan teater itu juga memiliki kesempatan untuk dikomunikasikan lewat media massa.
Dengan demikian, jelas bahwa program kerjasama pertunjukan antara Jurusan Teater STSI Padangpanjang dengan Taman Budaya Sumatera Barat ini merupakan suatu langkah yang strategis bagi kedua lembaga. Bagi Taman Budaya, program ini menjadi solusi terhadap persoalan jumlah pementasan teater yang minim (rata-rata hanya terdapat 4 sampai 5 pertunjukan) setiap tahunnya. Dapat dipahami, bahwa banyak pertunjukan teater yang masih mengandalkan insentif dari Taman Budaya sebagai biaya produksinya. Keadaan ini menjadi faktor minimnya jumlah pementasan teater tersebut, mengingat Taman Budaya adalah lembaga milik negara yang tentunya memiliki limit kemampuan untuk mensuport proses produksi teater. Apalagi, Taman Budaya juga harus membagi perhatiannya untuk berbagai genre kesenian yang lain selain teater. Harapannya, sinergi antara dua lembaga ini, ke depan bisa di kembangkan dengan melibatkan lebih banyak komponen (terutama funding dan donatur) sehingga iklim teater di Sumatera Barat semakin bergairah. Semoga...
Posted by Dede Pramayoza at 1:12 AM
Labels: TEATER